Rabu, 26 Juni 2013

MAKALAH KORUPSI



TUGAS MATA KULIAH
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
MAKNA DAN BENTUK-BENTUK KORUPSI


Nama   : Mohammad Sahlan
NIM    : 12/334891/SA/16494
Jurusan            : Sastra Nusantara

FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas hidayah dan rahmat-Nyalah karya tulis ini dapat diselesaikan. Karya tulis ini saya sampaikan kepada pengampu mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yaitu Drs. Akhmad Nugroho, S.U. sebagai tugas akhir  mata kuliah tersebut. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu dosen yang telah berjasa mencurahkan ilmu kepada saya­­­­­­, kepada Bapak dan Ibu saya yang telah memberikan dukungan, doa dan kasih sayang.
Saya memohon kepada Bapak/Ibu dosen khususnya,  dan umumnya para pembaca apabila menemukan kesalahan atau kekurangan dalam karya tulis ini, baik dari segi bahasanya maupun isinya, saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun kepada semua pembaca demi lebih baiknya karya-karya tulis yang akan datang. Semoga karya tulis yang telah saya buat ini dapat  bermanfaat dan dapat menyelesaikan tugas akhir mata kuliah tersebut.





Yogyakarta, 24 Juni 2013



Mohammad Sahlan


DAFTAR ISI


1.      Kata pengantar............................................................                        1
2.      Daftar isi.......................................................................                        2
3.      Pembahasan
3.1. Pengertian Korupsi.................................................                        3
3.2. Ciri-ciri Korupsi.....................................................             4
3.3. Bentuk-bentuk Korupsi..........................................                        5
3.4. Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi...............                        6
4.      Kesimpulan..................................................................                        9
5.      Daftar pustaka.............................................................                        10


PEMBAHASAN


1.      Pengertian Korupsi
.
Webster’s Third New International Dictionary (1961) memberi definisi tentang korupsi sebagai perangsang (seorang pejabat pemerintah) berdasarkan i’tikad buruk (seperti misalnya, suapan) agar ia melakukan pelanggaran kewajibanya. Suapan sendiri diberi definisi sebagai hadiah, penghargaan, pemberian atau keistimewaan yang dianugerahkan atau dihamburkan, dengan tujuan merusak pertimbangan atau tingkah laku, terutama dari seorang dalam kedudukan terpercaya (pejabat pemerintah).
Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Korupsi menurut Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi
Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum. Selanjutnya, dengan merujuk definisi Huntington diatas, Heddy Shri Ahimsha-Putra (2002) menyatakan bahwa persoalan korupsi adalah persoalan politik pemaknaan. Maka dapat disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan negara dan masyaraka luas dengan berbagai macam modus. Seorang sosiolog Malaysia Syed Hussein Alatas secara implisit menyebutkan tiga bentuk korupsi yaitu sogokan (bribery), pemerasan (extortion), dan nepotisme.
Alatas mendefinisikan nepotisme sebagai pengangkatan kerabat, teman, atau sekutu politik untuk menduduki jabatan-jabatan publik, terlepas dari kemampuan yang dimilikinya dan dampaknya bagi kemaslahatan umum (Alatas 1999:6). Inti ketiga bentuk korupsi menurut kategori Alatas ini adalah subordinasi kepentingan umum dibawah tujuan-tujuan pribadi yang mencakup pelanggaran-pelanggaran norma-norma, tugas, dan kesejahteraan umum, yang dibarengi dengan kerahasiaan, pengkhianatan, penipuan, dan sikap masa bodoh terhadap akibat yang ditimbulkannya terhadap masyarakat. Istilah korupsi dapat pula mengacu pada pemakaian dana pemerintah untuk tujuan pribadi. Definisi ini tidak hanya menyangkut korupsi moneter yang konvensional, akan tetapi menyangkut pula korupsi politik dan administratif. Seorang administrator yang memanfaatkan kedudukannya untuk menguras pembayaran tidak resmi dari para investor (domestik maupun asing), memakai sumber pemerintah, kedudukan, martabat, status, atau kewenangannnya yang resmi, untuk keuntungan pribadi dapat pula dikategorikan melakukan tindak korupsi. Mengutip Robert Redfield, korupsi dilihat dari pusat budaya, pusat budaya dibagi menjadi dua, yakni budaya kraton (great culture) dan budaya wong cilik (little culture). Dikotomi budaya selalu ada, dan dikotomi tersebut lebih banyak dengan subyektifitas pada budaya besar yang berpusat di kraton. Kraton dianggap sebagai pusat budaya. Bila terdapat pusat budaya lain di luar kraton, tentu dianggap lebih rendah dari pada budaya kraton. Meski pada hakikatnya dua budaya tersebut berdiri sendiri-sendiri namun tetap ada bocoran budaya.

2.      Ciri-ciri Korupsi
Untuk mengetahui lebih dalam tentang korupsi, kita harus mengetahui ciri-ciri korupsi lebih mendalam, diantaranya adalah:
(a) Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang. Hali ini tidak sama dengan kasus pencurian, misalnya, atau pencurian karena untuk saling melindungi dan berbagi.
(b) Korupsi pada umumnya melibatkan keserbarahasiaan, kecuali di mana ia telah begitu merajalela dan begitu dalam berurat berakar sehingga individu-individu yang berkuasa atau mereka yang berada dalam lindunganya tidak tergoda untuk menyembunyikan perbuatan mereka.
(c) Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik .
(d) Mereka yang mempraktekkan cara-cara korupsi biasanya berusaha untuk menyelubungi perbuatanya dengan berlindung di balik perlindungan hukum.
(e) Mereka yang terlibat korupsi adalah mereka yang menginginkan keputusan-keputusan yang tegas dan mereka yang mampu untuk mempengaruhi keputusan-keputusan itu.
(f) Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan, biasanya pada badan publik atau masyarakat umum.
(g) Setiap bentuk korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan.
(h) Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari mereka yang melakukan tindakan itu.
(i) Suatu perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas dan pertanggungjawaban dalam tatanan masyarakat.

3.      Bentuk-bentuk Korupsi
Korupsi telah didefinisikan secara jelas oleh UU No 31 Tahun 1999 dan UU No 20 Tahun 2001 dalam pasal-pasalnya. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, terdapat 33 jenis tindakan yang dapat dikategorikan sebagai korupsi. 33 tindakan tersebut dikategorikan ke dalam 7 kelompok yakni :
  1. Korupsi yang terkait dengan merugikan keuangan Negara
  1. Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap
  1. Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan
  1. Korupsi yang terkait dengan pemerasan
  1. Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang
  1. Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan
  1. Korupsi yang terkait dengan gratifikasi
Menurut Aditjandra dari definisi tersebut digabungkan dan dapat diturunkan menjadi dihasilkan tiga macam model korupsi (2002: 22-23) yaitu :
a.      Model korupsi lapis pertama.
Berada dalam bentuk suap (bribery), yakni dimana prakarsa datang dari pengusaha atau warga yang membutuhkan jasa dari birokrat atau petugas pelayanan publik atau pembatalan kewajiban membayar denda ke kas negara, pemerasan (extortion) dimana prakarsa untuk meminta balas jasa datang dari birokrat atau petugas pelayan publik lainnya.
b.      Model korupsi lapis kedua
Jarring-jaring korupsi (cabal) antar birokrat, politisi, aparat penegakan hukum, dan perusahaan yang mendapatkan kedudukan istimewa. Menurut Aditjandra, pada korupsi dalam bentuk ini biasanya terdapat ikatan-ikatan yang nepotis antara beberapa anggota jaring-jaring korupsi, dan lingkupnya bisa mencapai level nasional.
c.       Model korupsi lapis ketiga
Korupsi dalam model ini berlangsung dalam lingkup internasional dimana kedudukan aparat penegak hukum dalam model korupsi lapis kedua digantikan oleh lembaga-lembaga internasional yang mempunyai otoritas di bidang usaha maskapai-maskapai mancanegara yang produknya terlebih oleh pimpinan rezim yang menjadi anggota jarring-jaring korupsi internasional korupsi tersebut.

4.      Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
Menurut Baharuddin Lopa, mencegah korupsi tidaklah begitu sulit kalau kita secara sadar untuk menempatkan kepentingan umum (kepentingan rakyat banyak) di atas kepentingan pribadi atau golongan. Ini perlu ditekankan sebab betapa pun sempurnanya peraturan, kalau ada niat untuk melakukan korupsi tetap ada di hati para pihak yang ingin korup, korupsi tetap akan terjadi karena faktor mental itulah yang sangat menentukan. Dalam melakukan analisis atas perbuatan korupsi dapat didasarkan pada 3 (tiga) pendekatan berdasarkan alur proses korupsi yaitu :
  • Pendekatan pada posisi sebelum perbuatan korupsi terjadi,
  • Pendekatan pada posisi perbuatan korupsi terjadi,
  • Pendekatan pada posisi setelah perbuatan korupsi terjadi.
Dari tiga pendekatan ini dapat diklasifikasikan tiga strategi untuk mencegah dan memberantas korupsi yang tepat yaitu :
a.      Strategi Preventif
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu perlu dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya ini melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu mencegah adanya korupsi.
b.      Strategi Deduktif
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila suatu perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat ditindaklanjuti dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi, sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan yang cukup tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini sangat membutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu hukum, ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.
c.       Strategi Represif
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi sejak dari tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji untuk dapat disempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses penanganan tersebut dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun implementasinya harus dilakukan secara terintregasi. Bagi pemerintah banyak pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang hendak dilaksanakan. Bahkan dari masyarakat dan para pemerhati / pengamat masalah korupsi banyak memberikan sumbangan pemikiran dan opini strategi pemberantasan korupsi secara preventif maupun secara represif.
Ketiga srategi itu merupakan sedikit usulan dari banyak rumusan mengenai langkah-langkah memberantas korupsi. Dari pandangan seorang mahasiswa sendiri juga ada saran untuk pemberantasan korupsi agar Indonesia ke depan akan menjadi lebih baik. Mahasiswa adalah agen perubahan bagi bangsa ini ke depan, termasuk keikutsertaan dalam pemberantasan korupsi. Untuk dapat berperan secara optimal dalam pemberantasan korupsi adalah pembenahan terhadap diri dan kampusnya. Dengan kata lain, mahasiswa harus mendemonstrasikan bahwa diri dan kampusnya harus bersih dan jauh dari perbuatan korupsi. Untuk mewujudkan hal tersebut, upaya pemberantasan korupsi dimulai dari awal masuk perkuliahan. Seperti contohnya ketika masa penerimaan mahasiswa baru, dimana mahasiswa diharapkan mengkritisi kebijakan internal kampus dan sekaligus melakukan pressure kepada pemerintah agar undang-undang yang mengatur pendidikan tidak memberikan peluang terjadinya korupsi. Selanjutnya adalah pada proses perkuliahan. Dalam masa ini, perlu penekanan terhadap moralitas mahasiswa dalam berkompetisi untuk memperoleh nilai yang setinggi-tingginya, tanpa melalui cara-cara yang curang. Upaya preventif yang dapat dilakukan adalah dengan jalan membentengi diri dari rasa malas belajar. Hal aneh lain dalam masa ini adalah masalah penggunaan dana yang ada dilingkungan kampus. Untuk itu diperlukan upaya investigatif berupa melakukan kajian kritis terhadap laporan-laporan pertanggungjawaban realisasi penerimaan dan pengeluarannya. Sedangkan upaya edukatif penumbuhan sikap anti korupsi dapat dilakukan melalui media berupa seminar, diskusi, dialog. Selanjutnya pada tahap akhir perkuliahan, dimana pada masa ini mahasiswa memperoleh gelar kesarjanaan sebagai tanda akhir proses belajar secara formal. Mahasiswa harus memahami bahwa gelar kesarjanaan yang diemban memiliki konsekuensi berupa tanggung jawab moral sehingga perlu dihindari upaya-upaya melalui jalan pintas.
Usulan yang terakhir mengenai pencegahan dan pemberantasan korupsi di kalangan sedini mungkin (anak) yaitu melalui pendidikan yang berkarakter yang tidak hanya mengunggulkan kecerdasan intelektual saja, melainkan penekanan pada kecerdasan emosional dan spiritual. Tujuanya adalah menciptakan penerus bangsa yang pandai tetepi tidak menyalahgunakan kepandainya hanya untuk kepentingan pribadi, melainkan menggunakan kepandaian untuk kemaslahatan umat manusia.




KESIMPULAN

Korupsi merupakan suatu tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya demi kepentingan pribadi dan merugikan kepentingan umum. Kebanyakan orang yang melakukan korupsi adalah pejabat pemerintahan. Hal ini dikarenakan mereka memiliki kesempatan lebih banyak dan berada pada posisi yang mengenakkan pula. Korupsi juga sangat difaktori oleh mental para pejabat pemerintahan yang sangat buruk. Dengan mental yang buruk ini pasti akan menimbulkan niat yang tidak baik ketika mendapatkan peluang (untuk korup).
Pemberantasan korupsi merupakan salah satu kegiatan terberat dan tersulit yang dilakukan oleh para penegak hukum di Indonesia . Kebanyakan dari mereka ketika melakukan penyidikan juga ikut terlibat dalam kasus penyuapan. Akibatnya kemerosotan moral bagi para pejabat dan penegak hukum di Indonesia di mata rakyat. Mungkin hanya sebagian kecil dari wakil-wakil rakyat yang masih lurus untuk menjalankan amanahnya. Maka dari itu perlu ditekankan untuk para anak-anak bangsa yang nantinya menjadi calon pemimpin-pemipin bangsa untuk mengenyam pendidikan yang bisa menciptakan orang-orang pandai namun berahlak mulia sehingga kelak mereka akan menjalankan amanahnya dan berusaha untuk mementingkan rakyat umum dari kepentingan pribadinya.
DAFTAR PUSTAKA

Hussein, Syed Alatas. 1986. Sosiologi Korupsi, Sebuah Penjelajahan dengan Data Kontemporer. Jakarta: LP3ES
Lubis, Mochtar, Scott, James C. 1988. Bunga Rampai Korupsi. Jakarta: LP3ES

Tidak ada komentar:

Posting Komentar