TUGAS MATA KULIAH
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
MAKNA DAN BENTUK-BENTUK KORUPSI
Nama : Mohammad Sahlan
NIM : 12/334891/SA/16494
Jurusan : Sastra
Nusantara
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
KATA PENGANTAR
Segala
puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas
hidayah dan rahmat-Nyalah karya tulis ini dapat diselesaikan. Karya tulis ini
saya sampaikan kepada pengampu mata kuliah Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan yaitu Drs. Akhmad
Nugroho, S.U. sebagai
tugas akhir mata kuliah tersebut. Tidak
lupa saya ucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu dosen yang telah berjasa
mencurahkan ilmu kepada saya, kepada Bapak dan Ibu saya yang telah
memberikan dukungan, doa dan kasih sayang.
Saya
memohon kepada Bapak/Ibu dosen khususnya,
dan umumnya para pembaca apabila menemukan kesalahan atau kekurangan
dalam karya tulis ini, baik dari segi bahasanya maupun isinya, saya
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun kepada semua pembaca demi
lebih baiknya karya-karya tulis yang akan datang. Semoga karya tulis yang telah
saya buat ini dapat bermanfaat dan dapat
menyelesaikan tugas akhir mata kuliah tersebut.
Yogyakarta, 24 Juni 2013
Mohammad Sahlan
DAFTAR ISI
1. Kata pengantar............................................................ 1
2. Daftar
isi....................................................................... 2
3. Pembahasan
3.1. Pengertian
Korupsi................................................. 3
3.2. Ciri-ciri
Korupsi..................................................... 4
3.3. Bentuk-bentuk
Korupsi.......................................... 5
3.4. Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi............... 6
4. Kesimpulan.................................................................. 9
5. Daftar pustaka............................................................. 10
PEMBAHASAN
1. Pengertian Korupsi
.
Webster’s Third New International Dictionary (1961) memberi definisi tentang korupsi sebagai perangsang (seorang pejabat
pemerintah) berdasarkan i’tikad buruk (seperti misalnya, suapan) agar ia
melakukan pelanggaran kewajibanya. Suapan sendiri diberi definisi sebagai
hadiah, penghargaan, pemberian atau keistimewaan yang dianugerahkan atau
dihamburkan, dengan tujuan merusak pertimbangan atau tingkah laku, terutama
dari seorang dalam kedudukan terpercaya (pejabat pemerintah).
Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya
busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Korupsi menurut
Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari
norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini
ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi
Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang
menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan
kepentingan umum. Selanjutnya, dengan merujuk definisi Huntington diatas, Heddy
Shri Ahimsha-Putra (2002) menyatakan bahwa persoalan korupsi adalah persoalan
politik pemaknaan. Maka dapat disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang
yang merugikan negara dan masyaraka luas dengan berbagai macam modus. Seorang
sosiolog Malaysia Syed Hussein Alatas secara implisit menyebutkan tiga bentuk
korupsi yaitu sogokan (bribery), pemerasan (extortion), dan nepotisme.
Alatas mendefinisikan nepotisme sebagai pengangkatan kerabat, teman,
atau sekutu politik untuk menduduki jabatan-jabatan publik, terlepas dari
kemampuan yang dimilikinya dan dampaknya bagi kemaslahatan umum (Alatas
1999:6). Inti ketiga bentuk korupsi menurut kategori Alatas ini adalah
subordinasi kepentingan umum dibawah tujuan-tujuan pribadi yang mencakup
pelanggaran-pelanggaran norma-norma, tugas, dan kesejahteraan umum, yang
dibarengi dengan kerahasiaan, pengkhianatan, penipuan, dan sikap masa bodoh
terhadap akibat yang ditimbulkannya terhadap masyarakat. Istilah korupsi dapat
pula mengacu pada pemakaian dana pemerintah untuk tujuan pribadi. Definisi ini
tidak hanya menyangkut korupsi moneter yang konvensional, akan tetapi
menyangkut pula korupsi politik dan administratif. Seorang administrator yang
memanfaatkan kedudukannya untuk menguras pembayaran tidak resmi dari para
investor (domestik maupun asing), memakai sumber pemerintah, kedudukan,
martabat, status, atau kewenangannnya yang resmi, untuk keuntungan pribadi
dapat pula dikategorikan melakukan tindak korupsi. Mengutip Robert Redfield,
korupsi dilihat dari pusat budaya, pusat budaya dibagi menjadi dua, yakni
budaya kraton (great culture) dan budaya wong cilik (little culture).
Dikotomi budaya selalu ada, dan dikotomi tersebut lebih banyak dengan
subyektifitas pada budaya besar yang berpusat di kraton. Kraton dianggap
sebagai pusat budaya. Bila terdapat pusat budaya lain di luar kraton, tentu
dianggap lebih rendah dari pada budaya kraton. Meski pada hakikatnya dua budaya
tersebut berdiri sendiri-sendiri namun tetap ada bocoran budaya.
2. Ciri-ciri Korupsi
Untuk mengetahui lebih dalam tentang korupsi, kita harus mengetahui
ciri-ciri korupsi lebih mendalam, diantaranya adalah:
(a) Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang. Hali ini tidak
sama dengan kasus pencurian, misalnya, atau pencurian karena untuk saling
melindungi dan berbagi.
(b) Korupsi pada umumnya melibatkan keserbarahasiaan, kecuali di mana ia
telah begitu merajalela dan begitu dalam berurat berakar sehingga
individu-individu yang berkuasa atau mereka yang berada dalam lindunganya tidak
tergoda untuk menyembunyikan perbuatan mereka.
(c) Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik .
(d) Mereka yang mempraktekkan cara-cara korupsi biasanya berusaha untuk
menyelubungi perbuatanya dengan berlindung di balik perlindungan hukum.
(e) Mereka yang terlibat korupsi adalah mereka yang menginginkan
keputusan-keputusan yang tegas dan mereka yang mampu untuk mempengaruhi
keputusan-keputusan itu.
(f) Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan, biasanya pada badan publik
atau masyarakat umum.
(g) Setiap bentuk korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan.
(h) Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari
mereka yang melakukan tindakan itu.
(i) Suatu perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas dan
pertanggungjawaban dalam tatanan masyarakat.
3. Bentuk-bentuk Korupsi
Korupsi telah
didefinisikan secara jelas oleh UU No 31 Tahun 1999 dan UU No 20 Tahun 2001
dalam pasal-pasalnya. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, terdapat 33 jenis
tindakan yang dapat dikategorikan sebagai korupsi. 33 tindakan tersebut
dikategorikan ke dalam 7 kelompok yakni :
- Korupsi yang terkait dengan merugikan keuangan Negara
- Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap
- Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan
- Korupsi yang terkait dengan pemerasan
- Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang
- Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan
- Korupsi yang terkait dengan gratifikasi
Menurut Aditjandra dari
definisi tersebut digabungkan dan dapat diturunkan menjadi dihasilkan tiga
macam model korupsi (2002: 22-23) yaitu :
a.
Model korupsi lapis
pertama.
Berada dalam bentuk
suap (bribery), yakni dimana prakarsa datang dari pengusaha atau warga
yang membutuhkan jasa dari birokrat atau petugas pelayanan publik atau
pembatalan kewajiban membayar denda ke kas negara, pemerasan (extortion)
dimana prakarsa untuk meminta balas jasa datang dari birokrat atau petugas
pelayan publik lainnya.
b.
Model korupsi lapis
kedua
Jarring-jaring korupsi
(cabal) antar birokrat, politisi, aparat penegakan hukum, dan perusahaan
yang mendapatkan kedudukan istimewa. Menurut Aditjandra, pada korupsi dalam
bentuk ini biasanya terdapat ikatan-ikatan yang nepotis antara beberapa anggota
jaring-jaring korupsi, dan lingkupnya bisa mencapai level nasional.
c.
Model korupsi lapis
ketiga
Korupsi dalam model ini
berlangsung dalam lingkup internasional dimana kedudukan aparat penegak hukum
dalam model korupsi lapis kedua digantikan oleh lembaga-lembaga internasional
yang mempunyai otoritas di bidang usaha maskapai-maskapai mancanegara yang
produknya terlebih oleh pimpinan rezim yang menjadi anggota jarring-jaring
korupsi internasional korupsi tersebut.
4. Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
Menurut Baharuddin
Lopa, mencegah korupsi tidaklah begitu sulit kalau kita secara sadar untuk
menempatkan kepentingan umum (kepentingan rakyat banyak) di atas kepentingan
pribadi atau golongan. Ini perlu ditekankan sebab betapa pun sempurnanya
peraturan, kalau ada niat untuk melakukan korupsi tetap ada di hati para pihak
yang ingin korup, korupsi tetap akan terjadi karena faktor mental itulah yang
sangat menentukan. Dalam melakukan analisis atas perbuatan korupsi dapat
didasarkan pada 3 (tiga) pendekatan berdasarkan alur proses korupsi yaitu :
- Pendekatan pada posisi sebelum perbuatan korupsi terjadi,
- Pendekatan pada posisi perbuatan korupsi terjadi,
- Pendekatan pada posisi setelah perbuatan korupsi terjadi.
Dari tiga pendekatan
ini dapat diklasifikasikan tiga strategi untuk mencegah dan memberantas korupsi
yang tepat yaitu :
a.
Strategi Preventif
Strategi ini harus
dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi penyebab
timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus dibuat upaya
preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu perlu
dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya
ini melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu
mencegah adanya korupsi.
b.
Strategi Deduktif
Strategi ini harus
dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila suatu perbuatan
korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat ditindaklanjuti
dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi,
sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan yang cukup
tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini sangat
membutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu hukum, ekonomi maupun
ilmu politik dan sosial.
c.
Strategi Represif
Strategi ini harus
dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan sanksi hukum
yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam
korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi sejak dari tahap
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji
untuk dapat disempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses penanganan tersebut
dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun implementasinya harus dilakukan
secara terintregasi. Bagi pemerintah banyak pilihan yang dapat dilakukan sesuai
dengan strategi yang hendak dilaksanakan. Bahkan dari masyarakat dan para
pemerhati / pengamat masalah korupsi banyak memberikan sumbangan pemikiran dan
opini strategi pemberantasan korupsi secara preventif maupun secara represif.
Ketiga srategi itu merupakan sedikit usulan dari
banyak rumusan mengenai langkah-langkah memberantas korupsi. Dari pandangan
seorang mahasiswa sendiri juga ada saran untuk pemberantasan korupsi agar
Indonesia ke depan akan menjadi lebih baik. Mahasiswa adalah agen perubahan
bagi bangsa ini ke depan, termasuk keikutsertaan dalam pemberantasan korupsi. Untuk dapat berperan secara optimal dalam pemberantasan korupsi
adalah pembenahan terhadap diri dan kampusnya. Dengan kata lain, mahasiswa
harus mendemonstrasikan bahwa diri dan kampusnya harus bersih dan jauh dari
perbuatan korupsi. Untuk mewujudkan hal tersebut, upaya pemberantasan korupsi
dimulai dari awal masuk perkuliahan. Seperti contohnya ketika masa penerimaan
mahasiswa baru, dimana mahasiswa diharapkan mengkritisi kebijakan internal
kampus dan sekaligus melakukan pressure kepada pemerintah agar
undang-undang yang mengatur pendidikan tidak memberikan peluang terjadinya
korupsi. Selanjutnya adalah pada proses perkuliahan. Dalam masa ini, perlu
penekanan terhadap moralitas mahasiswa dalam berkompetisi untuk memperoleh
nilai yang setinggi-tingginya, tanpa melalui cara-cara yang curang. Upaya
preventif yang dapat dilakukan adalah dengan jalan membentengi diri dari rasa
malas belajar. Hal aneh lain dalam masa ini adalah masalah penggunaan dana yang
ada dilingkungan kampus. Untuk itu diperlukan upaya investigatif berupa
melakukan kajian kritis terhadap laporan-laporan pertanggungjawaban realisasi
penerimaan dan pengeluarannya. Sedangkan upaya edukatif penumbuhan sikap anti
korupsi dapat dilakukan melalui media berupa seminar, diskusi, dialog.
Selanjutnya pada tahap akhir perkuliahan, dimana pada masa ini mahasiswa
memperoleh gelar kesarjanaan sebagai tanda akhir proses belajar secara formal.
Mahasiswa harus memahami bahwa gelar kesarjanaan yang diemban memiliki
konsekuensi berupa tanggung jawab moral sehingga perlu dihindari upaya-upaya
melalui jalan pintas.
Usulan yang terakhir mengenai
pencegahan dan pemberantasan korupsi di kalangan sedini mungkin (anak) yaitu
melalui pendidikan yang berkarakter yang tidak hanya mengunggulkan kecerdasan
intelektual saja, melainkan penekanan pada kecerdasan emosional dan spiritual.
Tujuanya adalah menciptakan penerus bangsa yang pandai tetepi tidak
menyalahgunakan kepandainya hanya untuk kepentingan pribadi, melainkan
menggunakan kepandaian untuk kemaslahatan umat manusia.
KESIMPULAN
Korupsi merupakan suatu tingkah laku individu
yang menggunakan wewenang dan jabatan untuk mengeruk keuntungan
sebanyak-banyaknya demi kepentingan pribadi dan merugikan kepentingan umum.
Kebanyakan orang yang melakukan korupsi adalah pejabat pemerintahan. Hal ini
dikarenakan mereka memiliki kesempatan lebih banyak dan berada pada posisi yang
mengenakkan pula. Korupsi juga sangat difaktori oleh mental para pejabat
pemerintahan yang sangat buruk. Dengan mental yang buruk ini pasti akan
menimbulkan niat yang tidak baik ketika mendapatkan peluang (untuk korup).
Pemberantasan korupsi merupakan salah satu kegiatan terberat dan tersulit
yang dilakukan oleh para penegak hukum di Indonesia . Kebanyakan dari mereka
ketika melakukan penyidikan juga ikut terlibat dalam kasus penyuapan. Akibatnya
kemerosotan moral bagi para pejabat dan penegak hukum di Indonesia di mata
rakyat. Mungkin hanya sebagian kecil dari wakil-wakil rakyat yang masih lurus
untuk menjalankan amanahnya. Maka dari itu perlu ditekankan untuk para
anak-anak bangsa yang nantinya menjadi calon pemimpin-pemipin bangsa untuk
mengenyam pendidikan yang bisa menciptakan orang-orang pandai namun berahlak
mulia sehingga kelak mereka akan menjalankan amanahnya dan berusaha untuk
mementingkan rakyat umum dari kepentingan pribadinya.
DAFTAR PUSTAKA
Hussein,
Syed Alatas. 1986. Sosiologi Korupsi, Sebuah Penjelajahan dengan
Data Kontemporer. Jakarta: LP3ES
Lubis, Mochtar, Scott, James C. 1988. Bunga Rampai
Korupsi. Jakarta: LP3ES